Wawancara CB Agama

Character Building: Agama

 

Kondisi Keberagaman Agama di Indonesia

 

Nim Nama Jabatan (ketua, sekertaris, anggota)
2001542052 Gabriabel Yudhistiro Ketua
2001550350 Alexander Edwin Sekretaris
2001563952 Mervyn Riandy Anggota
2001555755 Mikha M. Faskayana Anggota
2001575763 Muhammad Farhat S. Anggota
2001597770 Cornelia Dyana R. Anggota
2001578014 Nixon Anggota

 

Kelas LB04-LEC

 

 

BINUS UNIVERSITY 2017

Link ke berkas laporan wawancara yang lengkap

 

  • Refleksi Individual

 

Cornelia Dyana R.

Pada dasarnya keberagaman harusnya merupakan aset bangsa yang harus diharga sebagai sesama manusia. Konflik yang ada antar agama umumnya terbatas pada kesalahpahaman, dan untuk mencegah hal ini alangkah baiknya bila kita membuka diri kita terhadap perbedaan.

Mikha M. Faskayana

saya menggunakan konsep yang dipakai oleh romo okto bilang saat wawancara, konsep pakaian. memiliki agama sama seperti menggunakan pakaian dan dalam berinteraksi sesama manusia, kita tidak bisa memaksa orang menggunakan pakaian kita, semua memiliki preferensi nya sendiri. Demikian dalam bekerja juga tidak memandang agama melainkan kinerja setiap individu. Konflik-konflik agama yang sering terjadi itu terlihat karena memaksakan konsep keagamaan ke orang lain, sama seperti memaksakan menggunakan baju sendiri ke orang lain. Maka dari itu, memang diperlukan interaksi antar orang beragama dan berbagai ilmu nya

Mervyn Riandy

Menurut saya, agama itu merupakan suatu kepercayaan yang harus di miliki seseorang yang akan membuat karakter dirinya sendiri sebagai orang yang religius,Tanpa adanya tersebut, Dunia akan kurang adanya etika dalam menghadapi umat manusia lainnya. Dan juga sikap toleransi terhadap umat lainnya. Sebenarnya semua agama itu hanya mempunyai 1 tujuan. untuk membuat manusia bebas dari penderitaan. Tapi tidak tahu kenapa umat” manusia suka sekali bahwa agama dia itu merasa paling benar. Karena semua agama itu sama saja. Tiap” orang punya hak untuk memeluk agamanya sendiri. Masalah baiknya / tidak baiknya. kamu tau gimana? Semua agama saja cuma mau kita bahagia, bebas dri penderitaan.

Alexander Edwin

Refleksi diri yang saya dapatkansetelah mewawancarai beberapa tokoh agama, terutama dari agama yang bukan saya anut dan jarang saya dalami adalah bahwa keberagaman agama yang ada di Indonesia mencerminkan adanya perbedaan nilai yang dianut oleh pemeluk agama, atau lebih pentingnya, agama yang dianut tersebut. Perbedaan nilai yang diajarkan inilah yang sering memicu adanya pertentangan antara pemilik agama. Akan tetapi, saya juga sadar bahwa setiap agama yang telah dijelaskan kepada kita juga menghargai adanya perbedaan pendapat dan cara hidup orang lain. Mereka mendukung pengejaran kebenaran sesuai dengan kesadaran masing-masing dan mengecam anggota yang memaksakan kehendaknya kepada saudaranya. Seringkali yang terjadi adalah sebuah pemeluk agama yang hanya melihat sebagian dari perintah yang diberikan kepadanya, sehingga melupakan makna utama dari memiliki agama tersebut, yaitu agar memiliki panduan hidup untuk menjadi manusia yang mempunyai relasi yang baik serta batin yang tenang. Penting diingatkan secara berkala dalam pengajaran agama selain ajaran untuk mengembangkan iman dan karakter kita, bahwa kita juga patut mengingat bahwa perlakuan, pengambilan keputusan, tidak menginjak cara hidup orang lain yang juga memiliki tujuan yang sama.

Gabriabel Yudhistiro

Semua manusia beragama pada dasarnya adalah manusia. Dan sebagai sesama manusia, seharusnya kita tidak menggunakan agama sebagai bentuk pemicu api permasalahan yang ada. Terutama agama, yang seharusnya menjadi wadah dan landasan yang cocok untuk memperjuangkan persatuan, kerap kita temui sebagai sumber kebalikan semua itu. Saya sebagai mahasiswa Binusian yang cukup beruntung untuk memiliki kesempatan bertemu dengan para tokoh agama sangat dibukakan matanya, untuk melihat kebenaran yang lebih dalam. Dan pengalaman ini akan saya jadikan sebagai pedoman, apabila kedepannya saya akan menemui situasi dimana agama menjadi pemercik api konflik dengan sesama umat manusia.

Nixon

Refleksi diri saya dari pembelajaran Character Building: Agama yang saya dapat pada kali ini adalah setiap orang yang beragama di dunia ini pasti mengajarkan sesuatu yang baik dan benar kepada semua umatnya. Tentunya jika kita menganut sebuah agama yang kita punya, kita harus mendekatkan diri kepada tuhan yang kita punya. Dengan mendekatkan diri dengan Tuhan kita sendiri iman kita akan menjadi kuat dan jauh lebih baik. Dari pembelajaran yang saya dapat kita dapat mengenal tuhan dengan berbagai cara antara lain adalah melalui kitab suci, alam dan sesama manusia. Setiap individu yang menganut agama di dunia harus dapat menciptakan perdamaian yang ada dunia, yaitu dengan bertoleransi, rendah diri dan mau memaafkan antar umat beragama maupun yang berbeda agama.

Muhammad Farhat S.

Sebenarnya hampir semua orang itu mempercayai adanya Tuhan walaupun setiap orang mempunyai sudut pandang nya tersendiri dan juga berdasarkan agamanya masing-masing. Tentu suatu agama selalu mengajarkan kepada penganut nya untuk berbuat kebaikan di dunia ini maka dari itu janganlah kita terlalu cepat menyimpulkan suatu agama karena kesalahan segelintir penganutnya yang sangat bertolak belakang dari yang agama itu ajarkan. Maka jika ingin menilai sesuatu agama lihatlah apa yang agama itu ajarkan bukan dari kesalahan yang di lakukan oleh umat agama tersebut.

  • Lampiran 1: Notulensi Kegiatan Diskusi

 

Tema Diskusi : Pembagian pemilihan tempat, narasumber, dan tugas.

Kita menentukan bahwa kita akan mewawancarai 3 tokoh agama dengan agama Buddha, Katolik, dan Islam.  Untuk agama Buddha, pada awalnya kita berencana untuk mewawancarai Bhikku yang ada di Ekayana dengan yang bertanggungjawab Mervyn dan Edwin. Untuk agama Katolik, kami memutuskan untuk mewawancarai seorang romo dari SMA Kolese Gonzaga dengan yang bertanggungjawab Cornelia dan Gabriabel, Romo Okto. Untuk agama Islam, kami memutuskan untuk mewawancarai dosen kami, Bapak Agus dengan yang bertanggungjawab Farhat, Mikha, dan Nixon.

Peserta Diskusi :

Alexander Edwin

Gabriabel Yudhistiro

Mervyn Riandy

Mikha M. Faskayana

Muhammad Farhat S.

Cornelia Dyana R.

Nixon

Foto :

 

  • Lampiran 2: Wawancara 1

 

Tempat Wawancara : Mushola Binus

Identitas Infoman/Narasumber : Bapak Ustad Agus Masrukhin

Peserta Wawancara :

Alexander Edwin

Gabriabel Yudhistiro

Mervyn Riandy

Mikha M. Faskayana

Muhammad Farhat S.

Cornelia Dyana R.

Nixon

Waktu dan Tanggal : 10:00-10:30, 18-10-2017

Transkrip :

A adalah Farhat

B asalah Pak Agus

 

A : assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

B : wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

A : Nama saya muhammad farhat saputra, saya mahasiswa binus university, dan kali ini saya, akan mewawancarai bapak ustad agus, saya akan langsung menuju ke pertanyaan pertama, menurut kepercayaan bapak, apa perbedaan nilai-nilai agama bapak sendiri dengan agama lainnya ?

B : Oh ya, jelas ya, karena apa, setiap agama-kan punya tuhan, masing-masing ada tuhan, masing-masing punya kitab suci, ada doktrin, terutama doktrin itukan, pasti berbeda. Misalkan kayak tempat ibadah, cara beribadah, kan uda jelas berbeda sekali. Misalnya umat islam, kalau ini-kan sehari lima waktu dia sholat, tu-kan yang jelas diwajibkan oleh umat islam, ya kan, terus tempatnya di mesjid, ya kan. kalau misalnya umat lain kan, ya mungkin ada di pure atau di gereja atau di vihara kan, jelas beda ya. tempat ibadahnya beda, kitab sucinya beda. Jadi masing-masing agama itu punya keyakinan masing-masing dalam agama islam-kan sudah jelas, agama-mu agama-mu, agama-ku agama-ku, jelas ada perbedaan-kan gitu ya. tapi dari agama-agama itu pasti mengajarkan kebaikan tidak ada misalkan agama itu memerangi orang lain, untuk mengadu-domba untuk meningkatkan isu dan lain sebagainya, tidak ada. Jadi tujuannya baik.

A : Ya, terus pertanyaan kedua bagaimana gambaran tuhan di dalam kepercayaan bapak sendiri ?

B : Dalam agama islam jelas itu banyak ayat yang menyebutkan la ilaha illah ya kan (Menit 2:19 saya gx bisa tau apa yang diucapkan soalnya itu di ucapkan dalam bahasa arab), itu kan dasar ya. dasar tauhid (maaf kalau salah tulis), dasar tauhid dalam agama islam itu, itu ada tauhid illahia, ada tauhid kuluhia kan istilahnya. jadi tuhan itu hanya allah, tiada tuhan selain allah dan nabi muhammad itu utusan allah itu dasar tauhid, dasar iman. itu kuncinya yang utama dan paling basic. jadi tidak bisa disebutkan, tidak bisa diduakan, tidak bisa disamakan, seperti nabi mahmud dalam firman allah (2:56 – 3:05). Allah tidak tergantung. tidak, hmmm, tidak, tidak apa. tidak beranak (yang ini aku takut salah) atau mungkin tidak berasal dari mana, jadi allah itu betul betul isha. (3:21-3:25). tidak bisa dibayangkan. tidak bisa ditanya apa atau bagaimana, yang wajib kita ketahui sifat-sifatnya, seperti (3:38 – 3:43)

A : jadi kita tidak bisa lihat gambarannya gitu

B : gambar wujudnya tidak bisa, kalau anda tanya bagaimana wujud allah, kalau anda bisa menjawab, itu bukan tuhan. itu bukan tuhan. tapi kalo ketika anda tidak bisa menggambarkan, ya itulah tuhan, tuhan berbeda dengan ciptaan, wah kalau tuhan itu seperti ini. itu namanya ciptaan.

A : terus pertanyaan ketiga, menurut kepercayaan bapak ni, bagaimana mengenai orang-orang yang beralih agama atau murtad ?

B : ahhh, beralih agama. kalau menurut islam, misalkan, saya tidak tahu kalau agama lain, tapi kalau menurut islam, misalkan dia pindah agama dari agama islam, itu.. emmm apa. hukumannya sangat keras, hukumannya hukuman mati itu. jadi dalam islam itu hukuman mati itu ada tiga. yang pertama itu membunuh dengan sengaja terencaya, itu sanksinya hukuman kisos (kisos ini saya agak ragu penulisannya) jadi mati. yang kedua, orang yang berjinah, jadi sudah berumah tangga berjinah, itu hukum, apa namanya ya, hukuman mati. namanya, emmm, kalau dalam islam itu, kalau sudah berumah tangga berjinah, itu namanya dirajam, dirajam sampai meninggal hukuman mati. terus yang ketiga kalau dia sudah beragama. ada muslim keluar agama, itu dalam alquran, emm, emm apa, kalau secara hukum agama, anda mendapatkan hukuman mati, jadi kalau dihukum mati berarti sudah ngak layak hidup lagi, berarti itu betul-betul dosa sangat besar sekali, sudah sejarahnya, tobatnya susah.

A : jadi untuk kedepannya juga tidak diterima gitu.

B : iya donk, apa namanya, kalau misalkan, ehh, dalam agama islam itu, yang hanya diterima oleh allah disukanya allah itu, ya muslim itu. dan menurut agama lain juga, yang diterima ya sesuai agamanya masing-masing, itu sesuai dengan perintah. ehh, sesuai dengan doktrinya masing-masing itu.

A : terus pertanyaan keempat, apa yang harus kita lakukan kalau ada orang yang memulai perpecahan tapi dengan mengatasnamakan agama ?

B : itu yang sangat-sangat memprihatikan yah. kita yang kalau benar benar beriman kepada tuhan yah. jangan sampai niat pribadi, niat mencari kekuasaan, terus kemudian mengatasnamakan agama itu yang saya sangat prihatin itu. mencari kekuasaan, mencari popularitas, kemudian ehh, mengatasnamakan agama, berbeda dengan menjalankan perintah agama ya, perintah tuhan lain. tapi kalau niat pribadi ingin berkuasa, kemudian dia mengatasnamakan shiat, kemudian memerangi, mengebom dan sebagainya itu tidak dibenarkan oleh agama. itu malah menjelek-jelekan agama, dan itu, kalau dari itu allah sangat benci itu, sangat tidak dibenarkan oleh allah.

A : terus ni pak. pertanyaan terakhir. apa saja menurut bapak faktor-faktor yang menciptakan suasana keberagamaan agama di indonesia terutama menjadi suasana yang kondusif bagi seluruh umat beragama dan perbedaan itu sendiri ?

B : semua kembali kepada kitab suci, kembali kepada tuhannya, ya kan, sesuai dengan keyakinannya, kemudian kita mengargai perbedaan, menerima perbedaan, bersifat terbuka. akhirnya bersatu. maju indonesia, tapi kalau misalkan saling menklaim, saling mengkafir-kafirkan, itu yang bahaya, disitu. jadi kita harus menerima perbedaan, harus bersifat terbuka.

A : itu wawancara singkat saya dengan bapak agus ini. sekian dari saya. wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

B : waalaikumsalam

 

 

Foto :

  • Lampiran 3: Wawancara 2

 

Tempat Wawancara : Kolese Gonzaga

Identitas Infoman/Narasumber : Romo Okto

Peserta Wawancara :

Alexander Edwin

Gabriabel Yudhistiro

Mervyn Riandy

Mikha M. Faskayana

Muhammad Farhat S.

Cornelia Dyana R.

Nixon

Waktu dan Tanggal : 12:00-12:00, 21-10-2017

Transkrip :

Pewawancara :           Langsung aja, pak. Sejarah agama anda secara singkat, bagaimana sejarah dan perkembangannya di Indonesia?

Narasumber    :           Oke, secara singkat. Karena saya imam Katolik, saya akan memberikan sejarah singkat tentang agama katolik di indonesia. Sejak abad ke-15, agama Katolik muncul pertama kali di Maluku oleh santo Fransiscus Xaverius. Namun sempat menghilang dan muncul lagi di era jaman Belanda, jaman VOC. Mulai berkembang lagi sejak jaman, kalau tahu gua maria sendangsono, itu titik banyak orang terutama di jawa mulai berkembang. Karena itu tempat tersebut menjadi tempat jiarah pusat iman banyak orang datang. Karena itu merupakan cikal bakalnya, kalo disebutnya betlehemnya van java.

Pewawancara :           Terus, bagaimana pentingnya pengalaman beragama bapak kehidupan bapak?

Narasumber    :           Pentingnya pengalaman beragama?

Pewawancara :           Iya, pengalaman beragama pak

Narasumber    :           Oke, karena saya seorang iman, saya sendiri seorang imam, saya sendiri menghidupi  semangat katoliknya tapi juga karena saya sebagai seorang jesuit, disitu ada sekumpulan imam yang punya cara bertindak sendiri. Dalam artian, kerja katolik namun memliki kekhasan tersendiri. Makanya kalo misalnya ada istilah AMDG gitu, Ad Maiorem Dei Gloriam, demi kemuliaan nama Tuhan itu sendiri menjadi salah satu slogan dimana bahwa hidup itu tidak hanya untuk berdoa saja, tidak ada untuk berbuat sesuatu saja. Namun harus dikombinasikan hingga apa yang saya buat.

Dan semoga juga semua yang anak-anak disini lakukan tidak hanya berbuat untuk dirinya sendiri melainkan untuk orang lain dan terutama untuk Tuhan, kemuliaan nama Tuhan.

Pewawancara :           Berarti bapak memiliki konsep visi misi yang sama dengan sekolah ini (Kolese Gonzaga) ya pak?

Narasumber    :           Iya, betul

Pewawancara :           Menurut bapak, gambaran Tuhan mengenai kitab suci agama bapak bagaimana?

Narasumber    :           Karena Katolik, berarti artinya adalah Yesus Kristus. Secara umum, kalau menurut kitab suci, dari injil Yesus Kristus digambarkan sebagai Allah yang hadir dengan sosok manusia. Yang menampakan kasih, mau peduli dengan orang-orang kecil, orang-orang miskin. Dan hal itulah yang digambarkan. Lalu juga sosok yang mau bersahabat dengan orang lain. Itulah gambaran kurang lebihnya mengenai sosok Tuhan dalam agama Katolik.

Pewawancara :           Menurut kepercayaan anda, bagaimana  pendapat bapak dengan keberagaman agama di Indonesia ini? Kan bapak seorang Katolik, dan ada juga agama Kristen yang hampir serupa. Lalu ada juga agama lainnya seperti Islam, Buddha, Hindu.

Narasumber    :           Yang pertama itu, saya yakin bahwa agama itu ada di lapisan tertentu dalam hidup manusia. Pertama itu yang perlu disadari bahwa kita semua sebagai manusia adalah, ya kita yaitu saya, kamu, dan yang lainnya adalah manusia. Kalau kemudian kita pakai kemasan, katakanlah baju, sebagai latar belakang kita entah suku jawa, suku papua, atau macam suku lainnya. Lalu kita nanti pakai lagi suatu lapisan yang disebut agama. Nah, saya yakin setiap keberagaman tersebut ialah pakaian yang kita pakai paling luar. Yang pasti kelihatan dan mau tidak mau menjadi identitas kita semua.

Maka kita tidak bisa menolak itu karena Indonesia seperti itu. Indonesia sendiri adalah keberagaman, tidak bisa disatukan. Dalam arti kalau warna diibaratkan tidak semua warna bisa kita semua samakan sebagai warna merah. Di Katolik ya seperti itu. Dan terkadang, sesekali lapisan baju kita juga harus dilepas. Yang perlu dilihat dahulu adalah kita semua adalah manusia. Kita kerja bareng sebagai manusia. Iman itu menjadi bumbu pelengkap, tapi jangan dijadikan sebagai sesuatu yang  harus dipakai terus. Karena belum tentu pas, begitu. Terserah cara kamu mencari pas-nya seperti apa, tapi harus diingat kalau kita adalah sama-sama manusia, sama-sama punya talenta masing-masing. Mari kita bersama-sama, dengan bajumu masing-masing, kita buat masyarakat yang lebih baik.

Pewawancara :           Lalu, bagaimana dengan orang-orang yang tidak beragama menurut ajaran agama bapak?

Narasumber    :           Begini, yang harus dilihat adalah, ini seperti agama-agama lokal kan maksudnya? Seperti kaharingan di Kalimantan. Yang pasti di Indonesia itu kalau mau adil tidak hanya enam agama besar. Itu ada agama lain. Kejawen dalam artian tertentu adalah sebuah agama jadi konsep Tuhannya itu yang perlu dilihat. Tentang sila pertama pancasila yaitu Ketuhanan yang Maha Esa, memang seharusnya tidak memakai kata Tuhan melainkan sosok yang ilahi. Mungkin sosok, atau entah mungkin zat, pokoknya sesuatu yang lebih dari manusia dan dia pencipta yang dia yang menyelenggarakan dunia ini.

Nah, kalo konsepnya kayak gitu maka agama-agama yang lain pun bisa dikategorikan sebagai agama yang mirip karena Katolik, Kristen, Islam, itu tiga agama yang serumpun. Karena konsepnya adalah Allah yang besar, dan tertuang dengan jelas. Ada wahyunya di Al-quran kalau di Islam, Kitab suci kalau di Katolik, Kristen. Terus di Buddha sendiri pun tidak punya sosok Tuhannya seperti apa, tetapi Buddha mengakui ada yang suci, ada yang ilahi. Di Hindu pun mereka memiliki banyak sosok Allah karena adanya dewa-dewa.

Tapi intinya adalah setiap orang yang menganut agama tersebut beriman kepada sosok yang ilahi. Ada suatu realita yang tidak bisa kita lampaui itu. Bahwa sosok tersebut adalah pencipta alam ini. Dan dari saya pribadi, sebagai pribadi saya sendiri sih, menghargai agama-agama minoritas. Dan menteri keagamaan dulu pernah menyampaikan bahwa kolom agama dalam ktp kita lebih baik dihapus. Karena dengan demikian kita mengakui bahwa ada agama lain, agama-agama lokal, dan mereka juga memiliki cara sendiri untuk mengakui sosok tersebut.

Pewawancara :           Bagaimana dengan orang-orang yang bahkan tidak percaya kepada sosok tersebut? Seperti di luar negeri kan banyak orang yang lebih percaya kepada sains. Dan lebih mengarah kepada Atheisme lah, pak. Dengan mereka yang percara kepada sesuatu yang lain.

Narasumber    :           Saya perlu membedakan dulu konsepnya. Pertama, ada yang namanya Theis. Theis atau Theos berarti Tuhan sehingga Theisme itu orang yang percaya kepada Tuhan. Lalu ada yang namanya Atheis, A berarti tidak, maka berarti menolak adanya Tuhan. Dan ditengah-tengah itu ada yang namanya Agnostik, dan artinya adalah ‘saya tahu tetapi tidak tahu’. Berarti bersikap masa bodoh entah Tuhan itu ada atau tidak, aku tidak peduli dan jalan saja.

Di Indonesia sendiri banyak yang mengarah ke jalan Agnostik. Di KTP beragama, beribadah iya. Tapi dalam praktik tertentu dia malah ragu. Entah Tuhan ada atau nggak, yaudah gitu.  Yang penting gue jalan dan dapet yang gue butuhkan, gitu. Tapi intinya ada tiga gerakan itu.  Nah makanya kalo ngomong kepercayaan lain yang tidak disebut sebagai agama tapi kepercayaan, masuknya ke Theis.  Karena mereka masih percaya kepada Tuhan walaupun Tuhannya mungkin berbeda dengan sosok yang kita ketahui.

Namun kalau kelompok yang kamu bilang tadi itu disebutnya sebagai Atheisme. Dan sebenernya saya percaya bahwa dalam hati kecil mereka , mereka mulai bertanya-tanya, minimal bertanya. Bertanya dan ada pertanyaan yang tidak bisa mereka jawab bahkan dengan sains pun. Ada pertanyaan yang tidak bisa mereka temukan walaupun dengan perbagai pembuktian, percobaan, atau dengan konsep ilmiah. Dan disitu kalau mereka mau jujur dan terbuka, mereka harus bertanya ‘jangan-jangan disini ada sosok lain yang memungkinkan ini untuk terjadi’.  Seperti tentang alam semesta ini, atom dan partikel kecil dibawahnya lagi mungkin.

Maka bagi saya sendiri, saya tetap mengakui orang-orang yang berkumpul, yang mengatakan agama atas nama sains. Sebenarnya begini, mereka mau mengakui bahwa manusia itu bisa tanpa harus manja dengan Tuhan. Karena kerap ada yang begini. Manusia jadi malas karena Tuhan akan memberikan rahmat, dan kita jadi malas untuk menguatkan segala macam potensinya karena ya, berdoa saja. Kita mengharapkan diri kepada Tuhan tapi lupa kalau diri sendiri pun punya kemampuan. Itu yang sebenarnya mereka kritik.

Cikal bakal agama dari sains kan sebenarnya dari Marxisme. Dimana Marx berkata bahwa agama itu sebenarnya candu. Artinya itu orang menjadi malas untuk berbuat sesuatu karena yakin ada Tuhan. Yaudah, yang penting ada Tuhan dan aku berharap bahwa Tuhan akan memberikan jalan yang terbaik. Sehingga potensi yang bisa keluar 100% tereduksi menjadi sekitar 40% karena sikap beriman yang kekanak-kanakan itu.

Pewawancara :           Tadi kan bapak bilang ada iman yang kenanak-kanakan. Lalu iman yang dewasa itu seperti apa ya?

Narasumber    :           Iman yang mau 100% aku berusaha dan 100% percaya bahwa Tuhan akan memberikan.  Yang penting begini, kalau kekanak-kanakan itu artinya bahwa dia menuntut. Dan terus mengharapkan hal seperti mukjizat, sulap, sihir. ‘Tuhan aku butuh permen’ seperti itu. Namun iman yang dewasa itu seperti ‘Tuhan aku mau bekerja, mau bekerja sama’ pokoknya seperti itu.

Pewawancara    :    Hmm, oke. Itu, kita agak sedikit jauh. Terus kita kembali sama pertanyaan utamanya. Kan ada juga kan orang yang dilahirkan ngikutin agama dari orangtua(nya) kan? Tapi ada juga kayak orang merasa ingin pindah agama, beralih agama gitu. Misalnya ada yang Muslim terus pindah agamanya ke Katolik atau nggak sebaliknya gitu. Itu menurut bapak pendapatnya apa, menurut kepercayaan bapak? Umm mengenai pindah agama…

Narasumber    :    Hmm… Oke. Bagi saya sendiri, saya juga harus hati-hati ya, karena saya pakai jubah kayak gini dan itu karena… Tidak… Tidak mudah untuk menjawab ini, karena saya… sendiri pun… saya sendiri merasakan bahwa kalau misalnya si orang itu bahagia dengan keputusan itu, keputusan dia pindah agama, artinya dia entah apapun alasannya. Kadang ada alasan yang demi jabatan lah, demi kekuasaan, demi kehidupan yang lebih baik. Itu mereka lebih berharap untuk hidup yang lebih baikan. Saya yakin mereka ingin melompat (?) bahwa, “Hidupku kok cuma kayak begini gara-gara label agamaku. Tapi ketika aku mengubah agamaku, aku bisa jadi punya suatu hidup yang lebih baik, yang nyaman dihati”. Tapi yang harus dilihat adalah bahwa iman itu, agama yang dia sudah hidupi sejak kecil sampai dia pindah itu perlu dilihat bahwa atas dasar itu dia bisa menjadi orang seperti sekarang. Ntah apapun agamanya… dan bisa menjadi orang yang bisa belajar tentang apa itu baik, apa itu buruk, bagaimana bersikap dengan orang lain, dan macam-macam. Karena ketika orang pindah agama, itu konsepnya berubah. Tidak hanya konsep berubah, tapi juga nanti relasi dengan keluarganya juga bisa berubah. Maka sebenarnya dia berkorban banyak, berkorban hidupnya. Maka sejauh… Kalau saya lihat… Oke kalau kamu (dia) memutuskan untuk pindah, semoga keputusan itu adalah keputusan yang memang dia pahami betul. Pahami betul segala macam konsekuensinya dan dia mencintai keputusan itu. Ya, akhirnya dia bisa bahagia dengan itu, saya bisa terima.

Kadang-kadang ada yang memang sejak kecil, mungkin karena tidak cocok, berbeda dengan agama itu atau mungkin… Kadang-kadang ada orang yang pindah itu memang karena akhirnya menemukan bentuk agama lain seperti itu ya. “Kok aku, selama ini aku kosong?” Ada ruang kosong di mana dengan berdoa mungkin selalu ke tempat tertentu dia merasa dengan agama dari keluarganya, dari orangtuanya dia merasa “Yah cuma wajib doang.” Tidak memenuhi apa yang dia inginkan. Namun, begitu melihat yang lain, dengar cerita temannya begitu. “Wah, sepertinya menarik dan mengisi kekosongan batin(ku).” Dan ketika dia merasa bisa menemukan kebahagiaan, kalau istilah saya (agama) disebutnya konsolasi. Konsolasi adalah itu sikap jiwa, bahagia, konsul, itu artinya adalah tidak hanya bahagia, tetapi juga menemukan makna hidup. Hidup itu bermakna. Bahkan walaupun agak getir (?) ya…. agak getir saja sebenarnya. “Aku harus berpindah meninggalkan keluargaku, keluargaku yang agamanya berbeda denganku dan akhirnya aku sendiri.” Tapi dengan mengambil keputusan itu merasakan bahagia. Saya bisa mengakui itu, oke silahkan kalau kamu (dia) menemukan. Kalau nggak, tahan dulu. Jangan langsung buat, ambil keputusan. Lebih baik untuk alasan itu, bukan untuk alasan untuk menikah, karena demi uang ataupun jabatan.”

Pewawancara    :    Iya, memang itu pilihan manusia juga sih. Memang, enggak apa-apa. Kalau misalnya mereka merasa kayak. “Oh ini agamanya bagus gitu ya. Aku pingin (pindah).” Tapi, memang dia harus gitu kan? Kayak berani mengubah konsep imannya gitu.

Narasumber    :    Iya. Kalau dia pindah, ya pasti mengubah semuanya. Cara dia berdoa, bahkan cara hidupnya, cara makannya juga berubah. Mungkin ada yang sudah harus puasa secara setahunan, puasa setiap bulan, akhirnya gak lagi iya harus puasa begitu. Itu kan berubah.

Pewawancara    :    Umm… Sekarang kita ke pertanyaan selanjutnya. Menurut ajaran anda, bagaimana mengenai perbedaan ritual agama dari kepercayaan lainnya? Kayak misalnya, kita kan negara dengan majoritas Islam. Itu kan mereka kan kayak ada bulan puasa (selama sebulan), terus kita juga ada di agama lain kayak Buddha ada hari Waisak, Hindu ada hari Nyepi dan agama kita sendiri pun juga ada hari Paskah sama hari Natal. Itu menurut anda, bagaimana? Dengan hari-hari itu?

Narasumber    :    Saya rasa, karena sejak awal negara ini dibangun atas keberagaman. Bahkan sebelum negara ini ada sudah warna warni begitu. Maka hargai mereka dengan adanya hari-hari itu wajib, dan baiklah kalau tidak hanya kita tahu bahwa (misalnya) kita sekarang libur Waisak, sekarang kita libur Paskah, tapi tahu dengan sadar bahwa ada tetanggaku yang merayakan itu. Kalau tahu berarti artinya dia harus punya, tidak hanya tahu -tahu kan hanya tahu konsepnya- Tapi sudah mulai bisa menggerakkan ucapan dan juga tindakan untuk mendatangkan (datang ke) mereka dan mengucapkan selamat. Itu yang penting sebenarnya bahwa ada sikap demikian.

Walaupun sekarang ada banyak gerakan dan banyak suara bahwa mengucapkan selamat ini itu gak boleh. Itu hanya kelompok kecil yang menggonggong keras. Kelompok kecil yang gonggongannya keras dan (21:53 hatinya? batinnya?) mengerikan. Banyak sebenarnya lebih banyak orang yang diam dan (22:03 merenung?) “Mengapa kok mengucapkan selamat tidak boleh?” Dan saya yakin mereka pun (yang) diam-diam (berpikir) ya sudah, akhirnya mengucapkan selamat. Sebenarnya dari akarnya itu berjalan (sudah ada), karena itu sudah kebiasaan sejak dulu. Halal bihalal itu (contohnya). Namun, ini gara-gara ada satu kelompok yang gonggongannya lebih keras dan kelihatan gahar akhirnya berpengaruh ke banyak orang. Dan kebetulan itu ada sosok orang-orang mayoritas.

Bagi saya sebagai orang minoritas, saya sendiri akan oke menghargai bahwa mereka mengikuti gonggongan itu. Okay, fine. Banyak yang akhirnya, bahkan di rumah saya sendiri pun begitu yang dulunya natal dan juga lebaran mereka saling mengunjungi, tapi ketika sekarang natal sudah mulai sepi yang datang. Tapi ada juga yang datang akhirnya, ada satu dua tetangga sebelah. Tapi tidak seperti (dulu), sejak ada gonggongan itu. Itu sudah mulai berkurang banyak. Bahkan keluarga saya sendiri pun juga mengucapkan natal (ke tetangga) pun juga (malu), akhirnya tidak lagi. Tapi perlu dilihat adalah bukan sikap orang lain pada kita, tapi bagaimana kita bersikap sama orang lain itu yang penting. Orang lain mau berbuat apa itu terserah, tapi bagaimana kita menghargai mereka misalkan mereka sedang lebaran atau idul fitri begitu. Minimal kita datang, minimal kita mengucapkan selamat. Karena, tindakan lebih banyak berkata… Karena kata-kata itu tidak akan berdaya kalau tidak ada tindakannya, tindakan itu lebih kuat. Jadi kita datang dan mengucapkan selamat. Jadi kita tidak hanya tahu nih bahwa libur, “Oke besok lebaran.” (Inaudible: Maka malah jadi pergi jalan-jalan doang), tapi jangan lupa untuk ikut serta mengucapkan selamat.

Pewawancara    :    Jadi… Jadi kita kan memang… kayak banyak orang mayoritas yang minoritas (kelompok kecil bagian dari mayoritas) yang memang kadang-kadang kayak mengatasnamakan agama, menggunakan agama untuk (apalah gitu?). Menurut anda, apa yang kita harus lakukan dengan mereka, mereka yang memulai yang seperti itu? Itu kan kayak (negara kita) sudah mulai dipecahbelahkan secara tidak langsung. Kayak misalnya yang saya dengar itu ada yang mau membuat negara ini menjadi negara syairah (yang tidak sesuai dengan dasar negara), itu menurut anda bagaimana?

Narasumber    :    Oke, sebelum saya menjawab pertanyaan ini saya cuma ingin kasih tahu ya. Mayoritas-minoritas itu kebetulan di sini yang mayoritas itu adalah teman-teman Muslim. Nanti di tempat lain, kalau sempat pergi ke daerah di mana yang mayoritas adalah teman-teman Katolik/Kristen nanti juga bersikap yang sama. Umm… Menindas yang minoritas. Mungkin ini sebenarnya sesuatu yang kebetulan kita di sini yang minoritas adalah Katolik, Kristen, Buddha, dan Hindu, tetapi ketika kita ke negara atau ke tempat lain yang menjadi minoritas adalah Katolik, Buddha (dan lain sebagainya)… Itupun juga punya sikap yang sama. Makanya ini umm… Sebenarnya permainan yang sama di tempat yang lain. Makanya kita sebagai orang yang minoritas, kita perlu berhati-hati. Jangan tidak mau ditindas juga, tetapi juga tetap menunjukkan act of love, tindakan kasih. Itu yang pertama.

Lalu yang kedua, yang bagaimana bersikap itu begini. Teman-teman kita yang mayoritas itu, itu punya dua aliran. Ada yang NU dan Muhammadiyah. Dan aliran-aliran kecil yang tadi saya bilang itu ‘anjing’nya terus gonggongannya keras, itu hanyalah kelompok-kelompok kecil. Dan ada banyak atau sebenarnya mayoritas itu sangat tradisional. Yang tadi saya bilang adalah, mereka berani menunjukkan “Aku ketemu kamu karena aku manusia, jadi ‘pakaian’mu copot dulu. Aku manusia dan kamu juga manusia”. Nah, kita perlu bersahabat dengan orang-orang seperti itu, bersahabat dan menjalin kerjasama dengan orang-orang kayak gitu. Saya yakin kalau kita ketemu sama ‘anjing’ kita pasti ‘digigit’. Banyak teman-teman dan terlebih saya bisa mengatakan teman-teman saya dari NU. Misalnya NU di Jakarta misalnya GP Ansor. Ansor adalah teman-teman yang sangat menghargai toleransi, sangat menghargai keberagaman dan penting buat kita untuk terus bekerjasama, terus punya kontak dengan mereka. Karena mereka sadar betul bahwa kita itu memang warna-warni, ya sudah. Warna-warni biarkan saja, gak perlu dijadiin satu warna. Kita (bisa) jalan warna-warni tapi kita juga manusia. Kita sama-sama orang, orang Indonesia. Dan biasanya, yang saya dengar dari teman-teman dari GP Ansor adalah mereka berusaha untuk datang, mereka berusaha untuk membuka diri tapi respon kita telat. Jadi respon kitanya yang terlalu terlambat mungkin karena sudah terlalu asik dan nyaman dengan komunitas minoritas kita yang agak sungkan begitu masuk dan ketemu teman-teman yang pakaiannya yang seperti itu… Pakaian putih-putih mungkin juga sedikit cingkrang. Tapi sebenarnya mereka punya niat baik. Maka dengan orang seperti itu kita perlu lebih banyak kerja sama. Ketemu, ngobrol bareng, ngopi bareng, begitu. Sahabat itu. Karena teman-teman ini nantinya yang bisa membela kita. Jadi kalau ada ‘anjing yang menggonggong’ itu bukan kita yang langsung ketemu dengan ‘anjing’ itu, tapi ada orang, ada teman-teman kita yang (membantu). Makanya saya sebut langsung teman-teman NU yang sangat-sangat menghargai toleransi. Sangat tahu betul bahwa tanah Jawa, tanah Indonesia itu berwarna-warni.

Pewawancara    :    Umm… Ini yang terakhir sih. Kan kita sudah nanya semuanya tentang agama sama kita juga sudah mempelajari peranan agama (inaudible)  (yang menjadi saudara dan macam-macam seperti itu?) sama yang kasus tadi itu. Adakah saran supaya menciptakan suasana beragama yang kondusif bagi semua umat beragama? Sama kalau bisa faktor-faktor yang (mendukung) saran-saran itu?

Narasumber    :    Sebenarnya itu mau gak mau kita dialog ya. Dialog itu kan dua arah. Nah, dialog itu ada macam-macamnya, ada dialog iman, dialog kehidupan, dan juga (satu lagi itu lupa). Dialog iman itu adalah bagaimana kita saling menjelaskan, saling bertukar pikiran tentang apa yang kita imani. Beda iman sama agama ya. Iman itu adalah bagaimana setiap pribadi itu percaya sama Tuhan, agama adalah kumpulan orang-orang yang beriman itu sehingga punya cara tertentu untuk berdoa, punya cara tertentu untuk membaca teks-teks Kitab Sucinya , itu agama. Institusinya, institusi sosial, tetapi iman itu adalah sikap pribadi dia kepada Tuhan.

Nah, dialog iman itu artinya bagaimana kita saling  bertukar ilmu, begitu. Misalnya saling bertanya “Kok di Katolik pemimpin agamanya gak boleh nikah?” itu pertanyaan iman,  minimal kita bisa menjawab mengapa begitu dan juga sebaliknya “Mengapa kok teman-teman Muslim bisa poligami?” begitu, itu juga perlu dijawab, ini dialog iman. Jadi tukar-menukar ilmu. Dan memang ini agak sensitif karena banyak perbedaan yang akhirnya nanti bergesekan…. tentang poligami misalnya itu. Di Katolik gak boleh poligami, harus monogami. Itu akhirnya kalau misalnya tidak smooth bisa berujung macam-macam. Nah makanya diperlukan (juga) dialog kehidupan itu.

Analoginya seperti tadi, bahwa kita pakai baju itu beda-beda tapi kita juga memiliki talenta masing-masing. (Misalnya) Ada yang ahli di bagian komunikasi, ada yang ahli di bagian teknik sipil, ada yang ahli di bagian (lainnya). Itu gak perlu baju, ya sudah kita kerja sesuai dengan bidang kita masing-masing, kita sudah bentuk bareng kita mau buat apa untuk masa depan kita. Untuk minimal misalnya ya, sekolah ini misalnya, sebagai guru, kan bisa buat apa? Lalu juga dengan masyarakat lain. Jadi, mungkin kalau semboyan-semboyannya Jokowi tentang kerja-kerja itu bukan pemilu ya itu. Tapi cuma (untuk memberitahu), bahwa ada spirit, bahwa bekerja, motivasi itu yang kira-kira bagi saya itu penting. Karya kita, bukan lagi “kamu pakai baju ini, kamu pakai baju itu dulu dong untuk mau kerja denganku,” bukan itu. Tetapi kita gak usah pakai perlu pakaian macam-macam, yang penting “Kau bisa buat apa?”, “Kau bisa kontribusi apa?”, dan “Aku bisa belajar apa dari ini semua?” Jadi yang perlu dilihat adalah kerja barengnya, gotong royongnya itu. Dan saya yakin kalau orang mulai fokus ke professionalisme itu dan tidak lagi melihat unsur primordial yang mungkin dengan sebutan ‘pribumi’ dan macam-macam itu, atau juga dengan agama-agama itu saya rasa Indonesia akan lebih jauh-jauh lebih baik. Tidak ada lagi dengan sentimen. Itu jujur, yang pengalaman pemilu terakhir itu terlalu…. Ya ada orang yang memantau betul, itu titik lemah kita. Dan mereka menggunakan itu untuk mengobrak-abrik emosi terdalam buat diri kita yang selama ini sebagai tetangga begitu, orang yang biasanya saling: “Aku punya ini nih, punya makanan. Saya kasih mereka.” terus begitu piring atau wadahnya sudah mau dicuci, dia cuci, ternyata begitu dibalikin ada isinya. Itu kan sesuatu yang… Itu dialog kehidupan. Dan akhirnya jadi tegang gara-gara “Kamu pilih siapa? Aku pilih siapa?” Gara-gara warna kulit, gara-gara warna agama, dan macam-macam. Maka bagi saya sih, saya rasa kerja bareng kita yang perlu diajukan. Bukan lagi pakaian, bukan lagi warna dan simbol-simbol agama, itu ditinggalkan, itu ada di Gereja masing-masing, di Masjid masing-masing, itu ada di (Rumah Ibadat masing-masing). Menurut saya begitu.

Foto :

  • Lampiran 4: Wawancara 3

 

Tempat Wawancara : Fortunate Coffee Duta Mas

Identitas Infoman/Narasumber : Fo Yuan Ming Fu Fie

Peserta Wawancara :

Alexander Edwin

Gabriabel Yudhistiro

Mervyn Riandy

Mikha M. Faskayana

Muhammad Farhat S.

Cornelia Dyana R.

Nixon

Waktu dan Tanggal : 14:00-15:00, 25-10-2017

Transkrip :

Pewawancara    : Oke, jadi  pertama, boleh mohon jelaskan sejarah agama anda secara singkat dan berkembangnya di Indonesia.

Narasumber        : Oh, iya, agama Buddhist pada umunya berkembang di Indonesia yaitu dimulai sejak zaman lama sekali, ya. Awal-awal sekali. Kemudian, tentang mazhab-mazhabnya yang berkembang, Buddhist sudah berkembang tak terbatas. Sedangkan aliran dari mazhab Maitraeya sendiri masuk ke Indonesia itu dimulai pada tahun 40-an kalau tidak salah, berkembang sampai sekarang. Itu secara singkatnya penetrasi agama Buddhisme Maitreya di Indonesia.

Pewawancara    : Hmm… Baik, baik. Menurut Pak Ming Fu, bagaimana pentingnya kehidupan beragama di kehidupan bapak?

Narasumber        : Pengalaman, atau pengamalan?

Pewawancara    : Eh, Pengalaman.

Narasumber        : Pengalaman beragama? Penringnya pengalaman beragama hidup di Indonesia?

Pewawancara    : Di kehidupan.

Narasumber        : Di kehidupan sehari-hari?

Pewawancara    : Iya.

Narasumber        : Hmm… Agama merubah saya. Ya, ketika saya sempat dulu masih muda… Ya, sekarang saya juga muda, sih.

Pewawancara    : Iya, mantap!

Narasumber        : Waktu itu, sempat karena pergaulan… ya ini juga mencari kambing hitam, sebenarnya. Jadi, terbawa gaya hidup, ya. Mungkin sering dugem, mungkin ketemu sama temen-temen yang mungkin, kelompok komunitas judi, kita ikut judi, juga komunitas merokok, kita perokok, komunitas dugem, kita ikut dugem, komunitas yang mabuk-mabukan, kita ikut mabuk-mabukan, sampaii suatu hari saya berasa ini tidak benar. Saya ingin berubah. Saya cari vihara. Ketemu vihara Buddhisme Maitreya ini. Akhirnya, setelah saya mengikuti, ternyata saya berubah. Saya berhenti. Berhenti minum, berhenti dugem, dan kemudian berhenti merokok. Kemudian pada akhirnya terjun kemudian fokus pada kerohanian.

Pewawancara    : Wah, hebat juga, pak. Oke, menurut gamabran dari kitab suci Buddha Maitreya, gambaran Tuhan atau Ketuhanan bagaimana?

Narasumber        : Mengacu kepada Tripitaka, ya. Ketuhanan dalam Buddhisme secara umum itu adalah… Ketuhanan itu dilandaskan kepada Kitab Udana 8 ayat 3, kalau enggak salah, ya. Abhûtam akatam asankhatam, kata sang Buddha. Wahai para Bhikku, ada Efam , ada sesuatu yang tidak menjadi, tidak dilahirkan, tidak datang dan tidak pergi kalau tidak salah. Kalau tidak salah, ya. Saya agak lupa penerjemahan itu. Dan kemudian, tidak berkondisi yang terakhir. Jadi, tanpa kondisi. Bayangkan sesuatu yang tanpa kondisi. Ya, kan? Itu, kan sesuatu yang tidak bisa terkiaskan dengan logika sebenarnya. Ya, itu adalah sesuatu yang maha besar. Maha besar itu, ya, tak mungkin bisa dijabarkan dengan kata-kata, dan kemudian spiritual itu sifatnya seperti tadi; pengalaman yang memang didahului oleh pengamalan. Diamalkan, baru ada pengalaman.

Pewawancara    : Iya, betul…

Narasumber        : Jadi, mengacu pada apa yang dikatakan oleh sang Buddha dalam kalimat itu, itulah Ketuhanan dari versi Buddhisme, dan kemudian juga dianut dalam Buddhisme Maitreya. Dan kemudian, dalam aplikasinya…

Pewawancara    : Iya?

Narasumber        : Kalau aplikasinya kan berarti ke sosialisasi, edukasinya kepada umat, itu bisa menggunakan dengangaya bahasa yang berbeda-beda. Silahkan saja. Ya, seperti di Islam, ini ada 99 nama Allah. Nah, untuk menyebutkan nama Tuhan. Nah, di Buddhisme juga mungkin seperti itu, dan kemudian Buddhisme lebih sifatnya natural – kepada alam. Bisa langit, bisa Bumi, bisa matahari, bisa udara, everywhere.

Pewawancara    : Oke, deh Kalau menurut kepercayaan anda, bagaimana dengan keberagaman agama yang ada di Indonesia? Yang berbeda-beda?

Narasumber        : Di luar konteks politik, sejauh ini menurut saya, harusnya kita – sebagai bangsa Indonesia – harus mengakui memang kita sudah terbiasa dengan ragam, ya. Ragam etnis, ragam suku, ragam budaya, kemudian terakhir, ya berbeda-beda agama. Dan kemudian, kita sudah terbiasa dengan begitu.

Pewawancara    : Betul juga, ya…

Narasumber        : Baik mayoritas, maupun minoritas, sebenarnya. Tetapi kalau dalam konteks keagamaannya, yang kemudian ya mau tidak mau terlibat di dalam politiknya, akhirnya ya harus terjadi… harus ada regulasi. Ya, harus ada aturan yang mengatur kehidupan beragama itu. Nah, salah satu yang menurut saya azas yang paling kuat itu adalah non-intervensi, itu sifatnya. Itu bagus, kalau yang di Islam pun juga ada; agama ku untuk ku, agama mu untuk mu.

Pewawancara    : Oh, begitu…

Narasumber        : nah, itu juga menurut saya dalam konteks masyarakatnya, ya harus sosialnya… ya kita harus  lebih. Karena, tak mungkin dalam kondisi dunia sekarang itu orang hanya punya satu agama. Enggak mungkin. Itu enggak mungkin sama sekali. Nah, menurut saya ya seperti itu, dalam kondisi sekarang sebenarnya di luar konteks politik yang selalu menggunakan… menggunakan agama untuk kepentingan, sebagai kepentingan… politik, saya melihat kehidupan beragama di Indonesia sebenarnya wajar-wajar saja dan kemudian malah enjoy, ya. Tidak ada yang punya fasilitas seperti itu di luar sana. Tidak ada.

Pewawancara    : Betul juga. Oke, deh. Menurut anda, bagaimana soal orang-orang yang tidak beragama?

Narasumber        : Menurut saya?

Pewawancara    : Iya.

Narasumber        : Orang yang tidak beragama? Hmm… itu… harusnya ditanyakan kepada mereka, ya. Karena saya memilih untuk beragama, ya. Tapi, menurut dari kacamata saya, kan saya juga berteman dengan teman-teman yang mungkin menyebut dirinya atheis, ya tidak beragama. Menurut saya, ya atheisme itu Tuhan mereka. Apa yang kita yakini, itulah yang menjadi Tuhan kita, sebenarnya. Tuhan dalam konteks pemahaman yang sangat… ya, Ketuhanan, ya.

Pewawancara    : Ketuhanan, iya…

Narasumber        : Not Tuhan as a personal… Tapi, Ketuhanan sebagai sifatnya.

Pewawancara    : Not as a being?

Narasumber        : Betul, karakternya.

Pewawancara    : Siap, siap. Bagaimana menurut anda tentang agama yang tidak diakui? Kayak, agama-agama yang di daerah?

Narasumber        : Oh, agama suku, ya? Agama etnis, ya? Seperti Sunda Wiwitan, gitu ya? Nah, menurut saya yang seperti itu harus difasilitasi oleh negara. Saya melihat resolusi seperti, misalnya kan Buddha, Buddhisme sendiri itu banyak mazhab, dan kemudian dalam kondisinya, makanya saya bilang dalam konteks politiknya itu harus ada peraturan yang mewadahi. Tapi peraturan ini kadang-kadang secara minoriti dirasakan tidak memfasilitasi.

Pewawancara    : Hmm… masih kurang, ya?

Narasumber        : Nah, menurut saya Buddhist sendiri punya pengalaman beberapa agama yang awal-awalnya dianggap sempalan, termasuk Buddhisme Maitreya sendiri. Kami dianggap sempalan, jadi, ya… kan, pelan-pelan kami akhirnya menunjukkan bagaimana cara kami dalam Buddhisme Maitreya beragama sesuai dengan keyakinan kami. Akhirnya, pelan-pelan saya melihat semua itu… nge-blend. Jadi, itu perlu usaha dari salah satu… ya agamanya sendiri – komunitas agama itu sendiri. Kemudian juga dari usaha dari pemerintah. Apalagi hal itu berhubungan dengan budaya, menurut saya, sekali lagi, negara wajib memfasilitasi, seperti Sunda Wiwitan. Karena saya sendiri pernah meng-unravel… mengambil latar belakang dari Sunda Wiwitan itu, karena saya sangat tertarik dengan budaya mereka. Dan sangat bagus, ya menurut saya paham-paham filosofinya, orang sekarang lagi sebut local wisdom-local wisdom itu, dan bagaimana orang-orang jaman dulu hidup dekat dengan alam, melestarikan lingkungannya, sampai teknologipun enggak boleh masuk. Kayak kalian ini mungkin ditolak di sana, ya. Enggak boleh.

Pewawancara    : Ya, ya, terbayang.

Narsumber          : Bercanda, bercanda ya. Karena mereka benar, handphone tidak boleh masuk, kecuali yang bagian tengah. Yang Badui dalam dan Badui Luar XXX-nya, kan? Nah, Badui dalam itu benar-ebnar pure. Benar-benar murni. Dengarnya, kabarnya, mereka menggabungkan antara Islam dengan Kejawen, dengan Buddhisme di daerah itu.

Pewawancara    : Hmm… Baiklah, baiklah. Menurut kepercayaan anda, bagaimana orang yang berganti agama?

Narasumber        : Menurut saya, ya… Hmm… oke, lah ya. Jujur saja, menurut saya, kepentingannya apa dulu.

Pewawancara    : Kepentingannya apa?

Narasumber        : Satu, mungkin… karena kita bisa bedakan klasifikasinya seperti ini. Satu, mungkin karena perubahan paradigma. Agama itu, mau tidak mau, kita harus berbicara tentang nilai yang kita anut, betul enggak? Nah, nilai yang kita anut itu banyak. Satu, dari keluarga. Dua, dari teman-teman. Tiga, dari pacar. Empat, dari kebutuhan. Kebutuhan itu misalnya kayak gini, sekarang yang berkembang itu dalah sistem konvert dengan komunitas. Ya, komunitas itu kuat dari segi ekonomi, dia akan dengan gampang sekali melakukan konversi agam terhadap orang-orang yang kebutuhan ekonominya sangat kuat.

Pewawancara    : Oh… iya.

Narasumber        : Di semua bidang! Saya enggak hanya mengacu kepada satu agama tertentu, tidak. No, please. Saya karena juga orang yang suka sekali mempelajari tentang sosiologi agama. Jadi, truth clinging  itu terjadi hanya ketika orang mengalami konsep nilai yang sangat kuat yang dia rasakan benar. Nah, tapi dia belum berbentur dengan kebutuhan fisik, kebutuhan keluarga, kebutuhan lingkungan. Ketika semua itu terjadi, dia tetap harus beradaptasi. Betul?

Pewawancara    : Hmm… adaptasi…

Narasumber        : Betul? Jadi, kekuatan sosial itu sangat kuat, intinya. Jadi, ketika ditanyakan masalah ini, dia harus lihat dulu klasifikasinya di mana. Kalau dia… menurut saya dalam perkawinan, terutama, yang kemarin kami sempat diskusikan, ya bahwa dalam perkawinan, dalam satu keluarga itu menurut saya akan sangat susah sekali bertahan apabila berbeda agama. Tapi, sampai sekarang, saya melihat ada teman juga yang bisa bertahan. Suaminya Islam, istrinya Buddhist. Nah, itu pak kalau kalian ada waktu ya, coba lakukan … tapi ini enggak tahu ya, apa hubungannya dengan IT, ini ya. Saya enggak tahu.

Pewawancara    : Ya…

Narasumber        : Menurut saya juga mau ini penelitian seperti ini, cuman ini sifatnya agak sedikit privasi, ya. Karena kadang-kadang kalau diungkit, ternyata memang ada masalah di keluarga, cuman di keep, dia akan seperti bom waktu, akhirnya meledak juga. Takut, kita jadi pemicunya, trigger-nya malah, kan?

Pewawancara    : Betul.

Narasumber        : Gara-gara nanya seperti itu, iya enggak? Tapi, anaknya kebanyakan ini biasanya ikut bapak. Nah, dia… dia masih bawa anaknya ke wihara. Anaknya ini tahu juga dengan Buddha Maitreya. Sempet juga dengar ceramah, dan kemudian belajar vegetarian juga. Tapi dia kebanyakan sudah ikut bapak, sekarang. Sholat juga, puasa juga, iya! Nah ini… ini… ini… Nah ini menarik! Menurut saya ini menarik, dan… saya susah… tapi, ya ini mungkin satu dari antara berapa, iya enggak? Tapi memang betul dalam keluarga itu menurut saya dia harus mempunyai satu visi yang sama.

Pewawancara    : Hmm…

Narasumber        : Baru nanti pembinaan karakter ke anaknya baru bisa kuat. Nah, tapi dalam konteks yang seperti tadi, juga menurut saya ada sebuah nilai-nilai yang belum kita dalami. Kan, makanya kadang-kadang saya tidak mau memberikan batasan full kepada diri saya sendiri dalam mengejar… mnerima sebuah justifikan… mengambil kesimpulan dalam suatu masalah, begitu. Dulu, saya beranggapan ya seperti itu. Bahwa, dalam satu keluarga harus satu agama. Sampai sekarang, pun sebenarnya.

Pewawancara    : Hm.

Narasumber        : Satu agama itu lebih gampang. Bukan tujjuannya untuk… Kepentingan komunitas agamanya, ya. Imannya… tapi lebih kepada legasi. Warisannya. Warisan kepada keluarga anaknya. Anak itu titipan Tuhan. Ini saya juga yakin. Saya percaya, walaupun saya agama Buddha. Kemudian, bukan milik kita. Dia punya karmanya sendiri. Kalau kita dalam Buddhist, dia punya karmanya sendiri. Lalu, apa yang bisa kita berikan sebagai warisan kepada dia? Modal kepada dia? Selain harta, selain ilmu pengetahuan, pendidikan. Nah itu, menurut saya itu penting. Kenapa? Karena, harta masih bisa dicari. Pengetahuan bisa dipelajari. Tapi, tradisi, karakter, moral yang dia lihat dari kecil itu, itu akan mempengaruhi hidup dia. Nah, tetapi dalam konteks tadi yang beda agama married, pun menurut saya itu punya sebuah warna tertentu. Ada memberikan sebuah… apa namanyya itu…

Pewawancara    : Tantangan?

Narasumber        : Bukan tantangan. Lebih ke arah efek-efek yang berbeda, iya kan? Ya, mungkin dia jadi orang yang lebih plural, kali ya. Karena… kayak seperti… misalnya married beda etnis. Dari kesimpulan… makanya kesimpulannya cocok, sebenarnya ya. Saya juga tetep walaupun dalam konteks saya untuk pragmatismenya, praktisnya, aktualisasi dalam berkeluarga, dia harus se…

Pewawancara    : Ya?

Narasumber        : Se… Seiman. Jadi, kalau seiman itu dia akan lebih mudah dalam memberikan warisan yang… karakter yang positif kepada anaknya. Tapi, kenyataannya, kalau memang dia kawin campur, beda agama juga, tidak masalah. Seperti contohnya misalnya perbedaan etnis. Dulu, sangat… kalau tahun 80-an, karena saya anak angkatan 80-an. Lahirnya tahun 70-an. Jadi tahun 80-an itu… istilah misalnya kayak Datuk Maringgi-lah, apalah dan kemudian Datuk Maringgi itu masih sama, loh. Itu sistemnya… Siti Nurbaya itu kasta-nya, kan. Nah, kemudian tapi ada juga yang beda etnis tak bisa diterima. Jawa dengan Sumatera, misalnya. Oh, ada yang tidak terima. Dulu sangat kental. Isu-isu seperti ini sangat kental. Tetapi, kejadiannya setelah dia terjadi perkawinan campur seperti ini… ya seperti misalnya dulu… terus terang, ya di dalam suku Tionghua sendiri ada kesan seperti ketika dia married dengan yang Jawa, atau dengan Sumatera, atau dengan yang bagian timur sana, ada kesan seperti, “Aduh, kok enggak ngambil yang sama suku, ya”.

Narasumber : Apabila sudah campur gimana? Anaknya mengalami sebuah keterbukaan pemikiran, seperti saya, kakek saya yang dari ibu itu ada keturunan dari bangka asli. Nah, itu membuat saya melihat seperti saudara, contohnya terjadi pertentangan diadukan ini saudara ini saudara, orang seperti ini akan kuat potensinya jika di munculkan kedepan, dan juga mungkin karena mereka kaum mayoritas, ya menurut saya, agama seperti itu juga sebenarnnya. Aturan yang seperti yang saya katakan terjadi ketika seorang dalam konsep nilai yang dianut sesuai dengan paradikma nya, sesuai dengan nilai-nilai yang dianut yang itu dia muntahnya mengklaim bahwa agama saya paling bener. Tetapi mereka terjadi perkawinan ,dan anaknya lahir, dia silahkan memilih, tapi dia lihat bahwa  mama Kristen, papa islam, kok bisa ya? Akhirnya dia memandang yang Kristen bagaimana? Dia bisa tidak menyalahkannya karena mama nya kristan, jika mau menyalahkan islam bagaimana? Papa nya juga islam. Ya menurut saya, agama akan sukses membawakan sebuah misi peradaban apabila agama mau lebih terbuka, melihat cela-cela yang kemungkinan untuk terjadi individukasi. Invidukasi nih menurut saya bukan satu agama. Tapi adalah kemampuan untuk melihat bagaimana perbedaan. Tetapi dalam kehidupan, nah ini perlu, ini tentu facebook kan dia yang ingin kita mengomongkan agama ku dengan agama mu akan terjadi tabrakan, clash pasti, terutama dalam kehidupan komunitas seperti ini, oke kita bisa gak? Gabung, sama” sholat. Tak bisa, kamu cara sembayang nya cara kamu sendiri,tradisi itu sifatnya peraturan” keagamaan itu harus dijaga masing-masing. Tapi dalam konteks humanisme itu harusnya kita adalah 1 keluarga. Tak ad perbedaan manusia kok, cuman platform kita beda. 1 suka singkong, 1 suka keju. Apakah keju sama singkong tidak bisa di mix? Ya tergantung itu makanan. Ketika masuk agama, yang masuk kedalam kepentingan” pemulanya masih kuat, itu nmerupakan efek fanatisme efek dari keimanan kita, jadi iman turun ke fanatisme turun ke kepentingan. Nah jadi dari situ, kalau kita menganggap kita bisa di mix seperti itu, tidak masalah, nah cuman dalam konteks bernegara ada peraturan- peratunran di atur oleh negara dan mungkin diatur belum bisa diterima, tpi ad kelompok” tertentu bisa terima semua itu, dan juga ad yang tidak bisa terima, nah itu mungkin akan masuk kejalur klasifikasi, ad sifatnya pruralisme, ada juga sifatnya masuk ke sinkretisme. Nah ini direnungkan dalam kehidupan bernegara yang dirasakan kurang cocok, lahirnya terjadi percampuran system keagamaan, akhirnya tidak jelas. Dan kemudian yang kebiasaan nyampurin sifatnya ya ohh, tapi saya liat zaman sekarang justru tidak diberikan kesempatan untuk sitidown diperlukan program yang sesuaikan, kalau tidak akan terjadi percampuran yaitu sinkretisme. Contohnya begini dalam kutip dalam sebuah masak islam nama masaknya mahdiya, yang gurunya itu dari india, ada paha” dari hindu dan dia membuatkan konsep yang baru , nabi” yang baru , selain nabi Muhammad, nah itu kan membuat agama secara doktrin, itu sangat dilarang, nah itu yang harus kita perhatikan, jika itu digabung saya setuju, sinkretisme menjadi frame nya, ya ndak? Contoh nya seperti ini, kita hidup bebas nih, saya bebas, kamu bebas, berati kamu bukan berate saya bisa mengambil  hp kamu, kamu juga tidak bebas mengambil hape saya. Istri mu istrimu, istriku istriku. Apa jadinya dunia, tidak ad perlu pernah keluar. Bisa juga si , bisa juga si, tpi ya ini konteksnya besar sih, kita biacara dalam konteks peradaban social. Ya tapi ya orang liat tidak ada integritas keluarga gitu. Ini papa ini mama, tiba mama sama papa yang ini. Nah itu ga ad integritas keluarga disitu , ni anak kan justru harus ad tiang keluarga, adanya atap dari sebuah keluarga, rumah dari sebuah keluarga yang akan di sebutkan home yang membuat kita untuk pulang , untuk berasa berdamai. Dalam konteks kita seperti itu menurut saya tanpa frame itu bukan sesiatu yang mendidik, orang ni kecil” sekarang sudah orientasi seksual nya sudah tinggi. Terjadi pelecehan, pemerkosaan, pergaulan bebas, itu merupakan tantangan kedepan. Memang dari segi otorika bisa berbicara apa aja. Jika dalam prakter, diharapkan jangan, jangan terburu”.

Pewawancara: Menurut bapak dengan perbedaan ritual atau perayaan dengan beberapa agama ini dengan perayaan yang berbeda-beda dari kepercayaan yang lain?

Narasumber: harus dilihat dari berbagai aspek, misalnya diadu dengan misalnya dengan buddhism ada mandi patung itu adalah berhala, tpi di 1 sisi adnya berpahala, tpi dalam konteks Mahayana buddhisme adalah kurban. Aduh itu dimana cinta kasih nya, itu kan mengorbankan makhluk hidup, tapi saya melihat 2 titik temu disitu. 1 di segi mandi patung itu ad yang mengambil contoh dengan ini bersifat bebas yang dapat membuka pemikiran saya yang bisa menjadi salah satu nilai yang saya anut, walapun mungkin belum sepenuhnya. Nah jadi ketika kita sudah sampai dititik itu kita di compare, saya melihat pasti ad solusinya, karena itu adalah sudut pandang, kalau kita berbicara sudut pandang. Mungkin kita dari taat beragama, mungkin tidak bisa terima karena menggangap itu berhala, itu bisa menggangap sebagai simbolis, simbolis untuk menyucikan hati, buddha itu apa? Budda itu bodhi cita yang in personal (personalize) dia sudah masuk kedalam wadahnya, tubuhnya, ada karakter, ada intinya, itua dalah kebijaksanaannya dan cinta kasihnya. Nah itu budhisme percaya  sebenarnya orang punya, jadi semua orang bisa jadi buddha sebenarnya, tapi itu luar dari konteks ketuhanan. Tapi kita bisa liat mandi patung buddha itu adalah sebuah ritual, simbol kemudian ada kebijaksanaan”nya yang terkandung didalamnya yang bisa membuat kita upgrade pikiran, simbol” dalam semua agama ad simbol, kalau memang tuhan itu maha, itu pasti tidak bisa di tulis, lalu apakah nama tuhan ditulis dengan arab atau huruf latin itu berbeda. Dan itukan symbol sacral bagi orng tertentu, itu tidak bisa di tulis sembarangan. Teman saya dulu, saya punya pengalaman seperti ini, saya punya teman yang tidak maksud hati untuk merendahkan orng lain, karena temannya mempunyai sesama agama teman islam, dia menulis kalimat kata allah di lutut, kami betul yakin dia tidak ad bermaksud untuk menghina, karena saya dari dulu teman saya islam, nah karena itu dia di dipukul habis”an, dia hampir dikeluarkan dari sekolah, langsung di kasih SP sampai 2. Nah itu harus masih mengalami pendewasaan, tentu dalam konsep tertentu, sama seperti ketika saya ditanya misalkan seperti kata mu (tuhan kita), Cuma tulis di sini, kamu terima tidak? Dalam konteks saat itu mungkin juga ya tidak terima. Kalau kita tanya latar belakangnya oh jelas gak maksud dia apa, tujuan dia apa, harus ada konteks belakangnya , nah itu membuat kita lebih humanis, nah kita kan juga beragama yang bisa membuat kita bermaaf lebih Panjang. Ok kembali lagi yang tadi, kemudian balik kedalam konteks buddhisme melihat kurban merupakan sebuah simbol dari ribuan tahun yang lalu, bagaimana anabi Abraham mengorbankan anaknya oleh tuhan menjadi kambing atau domba. Nah itu jadi turun menurun, nah itu menjadi sebuah tradisi, cuman dalam konteks dalam masing” doktrin ya silahkan memahami lebih mendalam. Ya oke ya kita masih bercinta kasih, tpi kita sifatnya masih percaya tayuh, seperti berhala, tapi dalam konsep cinta kasih, ya tidak ada, krna masih ad pembunuhan.nah jadi sebenarnya ketika bagaimana cara kita melihat dalam adat teman kita ketika dalam konteks hubungan social kita sebagai teman , family dalam hal itu mungkin kita tidak sesuai, dalam kapasitas kita untuk menjelaskan dan kemudian dapat membuat paradikma yang baru kepada dia ya silahkan. Dengan tentu tidak tujuan convert, setau saya banyak yang islam sudah vegan.  Bagaimana mereka pemahaman dengan kurban sudah berubah, kurban itu adalah bagaimana kita memberikan kita sendiri, malah ego kita harus di korbankan , dengan bukan hanya memberi, kurban kita bisa bukan hanya daging, nah sekarang boleh, pemahaman nya gitu, saya pernah baca didalam diskusi di vegan, IVS ataupun CSI (Komunitas vegan Indonesia) memang mereka juga banyak yang vegan. Jadi ini menurut saya tergantung dengan dari sudut pandang mana kita melihat, sebenarnya sih klo orng blm mampu maju, jangan di paksakan juga, misalnya orng nya masih terikat dengan mandi patung, siram patung, dalam kondisi begitu, dia mendapatkan sebuah pengalaman spiritual, ini dalam sisi kemaklumannya, hanya tidak dari segi” simbol” tadi. Tpi kita melihat tadi pertumbuhan dalam jiwanya ,ketenangan, silahkan saja. Kalau itu dapat membuat dia lebih dekat dengan buddha. Terutama yang bertanggung jawab adalah tokoh agamanya, jangan sampai orngnya bersifat menjadi tahayu, mandi patung buddha menjadi suci pikiran, atau mandi patung buddha mendapatkan kekayaan, 2 ini hal” adalah sebuah harapan yang basic banget, dasar banget, kesucian pikiran dan prilaku itu adalah repetisi, sifatnya pelatihan, tanpa pelatihan hanya dengan segala macam ritual itu tidak akan membawakan kemajuan sedikit pun. Kecuali ketenangan kenyamanan dan ekstas dalam spiritualitas sesaat. Apakah bisa berakumulasi? Nah itu diluar konteks pengetahuan saya, saya ndak sampai pemahaman sampai situ, apa dengan keyakinan seperti itu, berlama” akan ada abinya dan akan ada kemampuan keasadaran, menurut saya yang punya abinya, semua bisa mencapai kebuddhahan, tapi sang buddha dengan jelas sekali  menekankan bahwa kesempurnaan didalam pemikiran prilaku itu ada didalam kesadaran, harus yang utama, kalau tak sadar ya percuma, dalam konteks yang misalnya yang islam tadi.. yang kurban tadi mungkin kita lihat mereka ya bisa membuat membawakan memberi sesama. Ada memang yang tidak bsa menjadi vegetarian dan vegan. Ini yang paling simple dan mudah untuk berbagi. Why not? Jangan menjustifikasi , sebaliknya kita coba ambil contoh bahwa diluar konteks memandikan buddha, ada gak orang yang baik? Yang tidak melakukan ritual mandi buddha. Membersihkan rupang buddha, ada tidak? Ada. Ada tidak yang diluar konteks yng misalnya berbagi didalam acara kerupaan itu dapat memberikan zakat, memberikan sedekah, melakukan sholat itu yang sangat kusut, menurut saya itu harus yng saya pertimbangkan. Bukan hanya mengambil dari 1 titik yang kelihatan nya memang secara fisik beda lalu kita f2f. clashkan

Pewancara: kepercayaan anda bedanya nilai” kepercayaan anda dengan agama lain bagaimana?

Narasumber : mau jawaban yang jujur ni? Sesuai apa yang mungkin saya pahami sekarang?

Pewancara: menurut bapak yng pahami saja

Narasumber: kalau untuk agama saya tidak berani menjawab ya. Karena agama mempunya doktrin” yang dokma, yang mempunyai aturan yang kuat, yang di yakini sehingga menjadi agama superior yang diatas dilain”. Sebenarnya semua itu sama, tidak ada beda, inti dari keberagamaan itu adalah membawakan alat budi pekerti prilaku ucapan pikiran yang bener, baru kita bisa hidup betul” dalam kondisi damai. Kalau setiap orang itu sebelum melakukan justifikasi diluar, dia sudah menemukan dulu kesalahan. Seperti contoh misalnya cerita tentang rumah gelap, pernah dengar? Rumah mati lampu ? belum? Itu bapaknya pulang habis kerj, capek buru mandi, istirahat, pas masuk eh matilampu gitu. Jalan” raba” gitu eh gumbrang jatuh. kenapa? Kesandung sama kursi. Mama nya denger dari atas, “aduh sorry, sorry sayangku itu salah saya , tadi mama habis masak kursinya lupa masukin“ mama berkata. Anak berkata:” Eh tadi bukan salah mama, tadi saya sudah liat, saya lupa masukin sebelum mati lampu”. Nah akhirnya bapaknya liat senang gak? Senang , tenang. Papanya belum ngomong apa” mamanya sudah berprilaku maaf, sedangkan anaknya ikutan berani menerima beban salahnya juga. Sebenarnya ini bukan salah sapa”, ini salah saya sendiri. Dibilang begitu. Padahal ini kan ada hape tinggal di nyalain. Nah jika udh saling gitu menurut saya ya, dalam konteks fisiknya dari bapak ibu beda. Bisa satu ga? Bisa.  Anak sama ibu beda ga? Beda, tpi bisa satu ga? Bisa. Mereka disatukan dalam 1 rumah yang disebut keluarga.

Pewawancara: menurut pak mingfu faktor” yang menciptakan suasaan yang kondusif?

Narasumber        : Faktor-faktor yang?

Pewawancara    : Yang bisa membantu untuk menciptakan suasana keragaman yang kondusif. Jadi, damai, lah ya. Bagaimana?

Narasumber        : Nah, ini butuh waktu.

Pewawancara    : Waktu?

Narasumber        : Satu, dikasih waktu, dan kemudian butuh strategi. Setelah strategi, kemudian ketiga aktualisasi.

Pewawancara    : Baik.

Narasumber        : Attack. Nah, strateginya apa? Nah, itu kan yang ditanyakan. Waktu sudah pasti ada. Dari dulu, kok kita mengupayakan perdamaian. Iya, nggak?

Pewawancara    : Iya.

Narasumber        : Dan menurut saya apakah seperti yang saya sampaikan tadi sudah cukup nyaman kita beragama di Indonesia. Iya, kan? Dibantu, difasilitasi sama negara. Cuman dalam hal-hal tertenru, mungkin ada beberapa kepentingan-kepentingan yang bersifat mayoritas maupun minoritas itu disesuaikan. Nah, silahkan saja menurut saya, itu nggak masalah. Menurut saya, ya kan? Nah, tapi ketika masuk ke dalam strategi, ini yang butuh bagaimana pendewasaan pemikiran.

Pewawancara    : Pendewasaan pemikiran?

Narasumber        : He-eh! Pendewasaan pemikiran. Jadi sifatnya menurut saya seperti apa yang anda lakukan sekarang. Masuk ke dalam Character Building, ya mata kuliahnya mengajarkan bagaimana kita bisa menerima perbedaan. Hidup dalam keberagaman, dan kemudian ternyata itu juga untuk membentuk karakter kita. Kenapa? Karena pada dasarnya memang manusia tidak bisa hidup sendiri.

Pewawancara    : Sendiri…

Narasumber        : Individu, tidak bisa. Pasti konteksnya tetep sosial ujung-ujungnya. Jadi, itu menurut saya strategi yang utama itu. Melalui apa? Pendidikan, edukasi. Bahkan sampai ke tingkat-tingkat Universitas. Jangan mengatakan bahwa, “Oh, agama nggak penting.” Oke, tak mau dimasukkan agama gitu, oke. Character Building harus tetap berjalan. Oke, Character Buldingnya gk ada tetapi oke ada pelajaran moralitas. Kalau enggak, ada ke… apa namanya itu… saya lupa namanya. Kewiraan… apa itu namanya?

Pewawancara    : Kewi… Kewarganegaraan?

Narasumber        : Kewarganegaraan! Iya. Kewiraan… memang mau jadi polisi, ya. Iya, kewarganegaraan. Nah, itu kan penting. Itu memberikan batasan-batasan sebagai kebutuhan sesama kita dalam satu konteks wilayah Indonesia.

Pewawancara    : Hmm… Oke.

Narasumber        : Jadi, itu yang membuat saya… perdamaian itu seperti itu; satu visi.

Pewawancara    : Satu visi, ya. Oke, siap. Ehh… pertanyaan yang terakhir, ya pak.

Narasumber        : Ya.

Pewawancara    : Ehh… menurut bapak, apa yang harus kita lakukan kalau ada orang yang memulai perpecahan, yang terutama mengatasnamakan agama?

Narasumber        : Bersuara. Kita harus bersuara.

Pewawancara    : Bersuara?

Narasumber        : Kita harus tak boleh lagi… ini kan, apa namanya, istilahnya… Silent Majority, ya namanya. Karena selama ini banyakan diem. Orang gak mau… gak mau kepo, ya. Takut juga dihantam. Terutama apalagi kami, misalnya… oke. Tionghua, gitu ya. Dulu, dari dulu juga… saya ini dari dulu SMA, saya juga temen-temennya sama yang… temen-temen kita Batak, ya Jawa. Malah duulu, di sekolah kita itu terkenal dengan bosnya, preman itu Jawa itu. Oh, berantemnya jago, itu.

Pewawancara    : Menarik.

Narasumber        : iya, itu. Memang, kan komunitas sekolah yang masih… heboh-hebohan. Dan, kemudian sekarang juga tawur-tawuran, gitu kan? Nah, tapi kami dulu… Zaman dulu  berantemnya enggak begitu. Main hajar begitu, mengganggu masyarakat. Enggak. Janjian di lapangan mana, sepak bola… nah, ada lah kayak gitu. Itu lebih sportif menurut saya. Silahkan, itu juga minat loh kadang-kadang.

Pewawancara    : Enggak se… destruktif, lah ya?

Narasumber        : Enggak… enggak… tidak mengganggu istilahnya.

Pewawancara    : Tidak mengganggu.

Narasumber        : Ya, pukul itu… ya destruktif juga. Hahahahaha

Pewawancara    : Ya… Benar.

Narasumber        : Tapi, tapi ya… Apa namanya… istilahnya. Ehh… Sampai di mana kita mau menerima semua itu. Kalau mau anggap pikiran pukulan itu membuat kamu lebih… manly, membuat kamu lebih tumbuh dewasa. Merasakan sakitnya dipukul orang, ya silahkan. Tapi kalau pukul itu membuat kamu dendam, ya jangan. Itu berarti kamu masuk ke salah ruang, gitu loh. Masuk ke situ cuman buat nambah dendam gitu. Mau balas lagi si dia, nah besoknya. Padahal sudah kurus, kita ada kapasitasnya memang enggak… enggak cukup buat bertarung, gitu loh. Cuman jadi pebisnis, pedagang, jadilah kita pedagang. Jangan masuk ke petarung, gitu loh.

Pewawancara    : Betul juga sih…

Narasumber        : Nah, masuk ke petarung mesti latihan. Badannnya harus ada kapasitas untuk di situ.

Pewawancara    : Jadi tadi…

Narasumber        : Kok jadi ke situ sih, ahahahaha.

Pewawancara    : Tentang mengeluarkan suara kita…

Narasumber        : Harus bersuara. Jadi, memang dirasakan seperti gini… saya membawakan… memberi contoh aja ya. Lebih… lebih… lebih…

Pewawancara    : Iya, iya.

Narasumber        : Lebih sifatnya menjelaskan. Karena kalau dijawabkan secara teoritis, menurut saya retorika sifatnya. Jadi begini, misalnya ada satu pohon di tengah jalan. Jalan itu mau di aspal. Apa yang kalian lakukan?

Anggota Tim       : Tebang?

Narasumber        : Tebang? You?

Pewawancara    : Hmm… Saya cari tahu dulu sih kenapa mau di aspal.

Narasumber        : Noo… Itu sudah jadi jalan, itu memang sudah jadi jalan. Itu kamu nanti akan dipermasalahkan sama Jokowi. Memang ini mau bentuk jalan, ini, mau bikin jalan ini, ya kan. Kamu masih nanya, ni ngapain bikin jalan? Ini kan emang buat infrastruktur.

Pewawancara    : Ohh, oke. Baiklah… kalau bisa pindahin pohonnya, sih ya…

Narasumber        : Ah, that’s it. Menurut saya itu jawaban yang simpel. Pindahin pohonnya. Ini hubungannya dengan mayoritas dan minoritas sebenarnya. Bagaimana kita memfasilitasi minioritas dan kemudian memberikan kesempatan kepada mayoritas atau sebaliknya. Nah, itu saja sebenarnya.

Pewawancara    : Baiklah. Makasih, ya, pak Ming Fu ya atas waktu dan juga kebijaksanaannya.

Narasumber        : Enggak bijaksana, belajar. Saya tidak berani mengakui itu bijaksana, enggak berani menerima itu.

Pewawancara    : Baik, makasih atas pelajarannya juga, ya.

Narasumber        : Oke, thank you, sama-sama. Sharing, ya.

Pewawancara    : Makasih, pak. Sekian…

Narasumber        : Ya, thank you bro.

 

Foto :

  • Lampiran 5: Laporan Akhir

 

  1. Tema Diskusi : Penyelesaian dan Pembagian Tugas Pembuatan Laporan Akhir
  2. Peserta Diskusi:

Alexander Edwin

Gabriabel Yudhistiro

Mervyn Riandy

Mikha M. Faskayana

Muhammad Farhat S.

Cornelia Dyana R.

Nixon

  1. Kesimpulan Diskusi Kelompok:

Seluruh anggota kelompok akan membuat laporan akhir bersama-sama menggunakan fitur Google Document, yang seluruh anggotanya membantu. Masing-masing anggota akan membuat laporan kegiatan berdasarkan pembagian tugas pada awal kegiatan. Alexander Edwin dan Mervyn akan membuat laporan mengenai kegiatan kita ketika mewawancarai Fo Yuan Ming Fu Fie. Gabriabel, Cornelia

  1. Foto Kegiatan Diskusi

Binus Reload Review: Snowman Defender, War of Creatures, dan Necrolands

Snowman Defender

STORY

Snowman Defender adalah sebuah permainan mobile yang dibuat dalam 2 minggu dari proses pre-production hingga publishing. Game tersebut adalah sebuah permainan mengenai seorang anak yang berteman dengan sebuah manusia salju. Karena pertemanan mereka itu, banyak manusia salju lainnya yang cemburu dan ingin membuli, bahkan membunuh teman anak tersebut. Anak tersebut harus mempertahankan manusia salju temannya dengan melempar kembali bola salju sehingga mengalahkan dan mengembalikan manusia salju musuh ke salju biasa.

Story yang dimiliki permainan ini adalah sebuah cerita yang mudah dipahami. Memang, banyak permainan yang sebenarnya tidak memiliki sebuah cerita, sehingga cerita hanyalah sebuah alas an sampingan permainan tersebut dimainkan. Akan tetapi, karena itu motivasi pemain tidak terdapat pada mempertahankan temannya sang manusia salju itu. Sang pemain belum memiliki alas an untuk peduli tentang manusia salju yang baik tersebut. Mungkin ada baiknya jika manusia salju itu dapat dimasukkan ke dalam sisi Gameplay juga, dan berguna untuk memabntu pemain, sehingga pemain memiliki alas an untuk mempertahankan manusia salju tersebut.

VISUAL

Snowman Defender memiliki tampilan pixel art yang kurang konsisten. Terdepat perbedaan resolusi pixel pada menu utama dan permainan, tetapi pixel art yang berada di daam bagian permainan konsisten dan nyaman dilihat. Permainan Snowman Defender ini bertemakan natal, sehingga memiliki banyak berisi salju.

Sayangnya, warna salju yang digunakan di dalam permainan kurang menunjukkan kontras antara salju pemain, salju tembakan lawan, dan kontras antara lawan dan salju dasar terkadang kurang jelas, sehingga agak sulit untuk dipastikan lokasi musuhnya terutama bila musuh bertumpuk. Apabila terdapat warna-warna yang lebih terlihat kontrasnya, seperti aksesoris yang dipakai oleh musuh, atau hue salju yang hitam, kehijauan, kebiruan, dan semiripnya, mungkin akan lebih mudah untuk melihat permainannya.

AUDIO

Snowman Defender memiliki lagu yang menggunakan suara-suara 8-Bit, untuk menyesuaikan dengan arahan visualnya. Lagu tersebut cocok juga dengan tema yang ada, tetapi pendek dan cepat menjadi mengganggu. Suara pelemparan salju, pendapatan kekuatan tambahan, dan dikenakan bola salju juga sayangnya kurang wah sehingga tidak terasa “berat” dari keputusan-keputusan kita itu. Sebagai referensi, dengarkanlah suara karakter yang terkena ayunan pemukul bisbol dari permainan Super Smash Bros Melee.

https://www.youtube.com/watch?v=63fHOd8hV6w

pada 0:28

GAMEPLAY

Snowman Defender dimainkan dengan cara menyentuh bagian layar atas atau bawah untuk menggerakkan anak manusia ke atas atau bawah dari beberapa baris. Anak tersebut berada pada sisi kiri layar, dan musuh datang dari sisi kanan layar. Musuh tersebut dapat menembakkan bola salju yang akan menyakiti sang anak manusia, dan menyebabkannya kalah bila terlalu banyak kena bola salju. Anak manusia tersebut juga dapat melempar balik bola salju untuk mengalahkan manusia salju musuh. Ketika kalah, manusia salju musuh dapat juga mengeluarkan kekuatan tambahan yang akan berjalan dari sisi kanan layar ke sisi kiri layar.

Permainan ini memiliki gameplay yang tidak rumit dan memiliki elemen strategi tertentu. Tantangan permainan ini terdiri atas menggerakkan anak manusia ke atas dan bawah untuk menghindari bola salju yang akan datang, dan menembakkan bola salju kembali. Perbedaan yang ada terdapat pada kecepatan berjalan manusia salju musuh, jumlah bola salju yang dibutuhkan untuk mengalahkannya, serta kecepatan tembakannya. Permainan ini mengharuskan pemain untuk memprioritaskan baris yang mana yang harus dikalahkan terlebih dahulu, tetapi karena cara mengalahkannya yang sama, yaitu dengan cara menembakkan bola pada baris itu. Tantangan permainan ini terdiri atas memprioritaskan baris yang mana yang harus dihabisi terlebih dahulu.

Masalah yang dimilikioleh permainan ini adalah penempatan karakter dan musuh. Permainan ini dibuat untuk handphone dimana kita harus melihat kedua sisi: kiri dan kanan. Terciptalah sebuah masalah dimana sang pemain terhalang oleh tangannya sendiri, terutama setelah terdapat banyak musuh dan pemain harus dapatmenghindar dan menembak pada saat yang sama. Kontrol untuk memilih kekuatan mana yang dipakai dahulu juga dapat diperbagus dengan cara hanya mengetuk kekuatan mana yang ingin digunakan dan memperbesar ikon tersebut.

Selain itu, penjelasan yang diberikan pada awal permainan cukup panjang dan tidak membantu dalam pengalaman pemain. Seorang pemain jarang ada yang akan membaca sebuah tutorial, terutama bila tutorial tersebut hanya berupa teks. Elemen permainan harus diperkenalkan dalampermainan satu-persatu, seperti cara jenis-jenis musuh yang berbeda-beda diperkenalkan.

 

 

War of Creatures

STORY

War of Creatures adalah sebuah permainan kartu yang terdiri atas grup-grup dengan agama dan ras yang berbeda-beda untuk merefleksikan perbedaan ras dan agama yang berada di Indonesia, dan memiliki pesan bahwa sebensarnya Tuhan yang mereka sembah adalah satu dan sama, walaupun tidak tampak demikian. Mereka bertarung satu sama lain karena perbedaan mereka. Ras yang ada termasuk naga, serigala, dan yang lainnya.

Cerita yang dimiliki oleh permainan kartu ini merupakan sebuah cerita konteks yang cukup relevan, terutama mengingat target pasarnya. Sayangnya, Ide ini tidak terlalu terefleksi dalam permainannya, terutama poin bahwa sebenarnya mereka menyembah Tuhan yang sama, yang merupakan moral dari permainan tersebut.

VISUAL

War of Creatures masih dalam perkembangan, terutama dari sisi visualnya. Dari apa yang sudah ada, terlihat bahwa tema fantasy yang sangat berat hadir dalam permainan kartu ini seperti Magic the Gathering.

GAMEPLAY

War of Creatures terdiri dari campuran Yu-Gi-Oh! Dan Vanguard Card Fight, yang merupakan inspirasi bagi pembuat permainan tersebut dan dimasukkan dalam kemasan budaya dari Indonesia dalam kotak fantasi dan dikirim melalui catur. Ada kartu yang harus dikorbankan demi memainkan kartu yang membutuhkan pengorbanan tersebut, dan permainan berakhir bila pemain, sebagai seorang pahlawan, kalah.

Sayangnya, aturan yang berlaku, seperti guna dari lambing catur, dan bagaimana system pertarungan kurang dijelaskan melalui media televise tersebut. Dibutuhkan demonstrasi yang lebih langsung, atau media lain untuk mengajarkan pemain tentang peraturannya, mungkin semacam komik pendek, atau animasi pendek bila memungkinkan.

 

 

Necrolands

STORY

Pemain mengkontrol karakter-karakter yang berupa peninggalan dari pembantaian yang dahulu pernah terjadi di tempat permainan tersebut. Setiap karakter memiliki keunikan masing-masing, dan mereka semua harus bertahan melawan hantu-hantu yang merupakan hantu Indonesia yang sudah ikonik bagi masyarakat local seperti kuntilanak, pocong, dan sejenisnya.

Story memiliki potensi untuk dicari oleh pemain, seperti pembantaian seperti apakah yang terjadi, atau alas an pembantaian itu terjadi. Setiap karakter memiliki keunikan masing-masing dan dapat saja memiliki cerita masing-masing mengenai mengapa mereka ada di tempat pemantaian tersebut ketika terjadi. Sayang sekali, konsep ini tidak sempat atau tidak terpikir untuk dimasukkan ke dalam permainan tersebut dan terkesan bahwa cerita hanya sebagai alasan sampingan tentang mengapa terjadi hal-hal yang berada di dalam permainan tersebut.

VISUAL

Permainan Necrolands terdiri dari model 3D yang membentuk karakter-karakter sangat humanoid seperti manusia, pocong, kuntilanak, dan sejenisnya. Pemilihan warna ingin menunjukkan kesan yang mencekam, tetapi berlawanan dengan pewarnaan karakter yang dominan cerah, dan peluru yang berwarna kuning pucat. Penggunaan visual untuk kekuatan dari masing-masing karakter sangat baik, tetapi cara barang-barang yang dipakai untuk menambah kekuatan digambar tidak sesuai dengan suasana mencekam tersebut. Juga, pemilihan font menu juga cukup berlawanan dengan tema horror yang mewarnai rancangan karakter musuh, lingkungan, dan audio.

AUDIO

Lagu yang dimainkan sangat baik untuk membuat atmosfir dari permainan mencekam, dan membuat sang pemain masuk ke pola pikir yang tepat untuk permainan yang akan menakuti mereka. Sayangnya, suara tembakan yang kurang terasa kuatnya tembakan tersebut tidak terlalu membantu penemaannya, dan masing-masing musuh tidak disertai dengan audio yang dapat memberikan kesan terkerumuni yang baik bagi sang pemain. Terutama, tidak ada tanda-tanda suara bahwa karakter sedang terserang.

GAMEPLAY

Permainan Necrolands ini merupakan sebuah top-down shooter yang mengikuti karakter di tengah dalam menembaki musuh-musuh hantunya yang perlahan-lahan mengerumuni karakter tersebut. Setiap level mempunyai tantangan yang berbeda-beda, terutama musuh yang berbeda-beda juga. Kita jga dapat mengalahkan hantu tersebut untuk mendapatkan uang demi membeli barang-barang yang dapat memperkuat karakter kita.

Permainan ini dapat saja memiliki kedalaman yang lebih, terutama dengan system karakter yang beragamnya, akan tetapi yang dijelaskan bada saat review berlangsung hanya karakter yang cepat dan rapuh, karakter yang lamban dan tahan banting, dan hanya merupakan perubahan nilai demi cara bermain yang berbeda. Bukan merupakan kesalahan, tetapi variasi dalam permainan yang lebih banyak akan memberikan arti yang lebih tinggi untuk pemain agar menggunakan karakter lain daripada sekedar perbedaan jumlah tembakan yang dibutuhkan untuk mengalahkan musuh, atau jumlah serangan yang dapat ditahan.

Sistem barang penambah kekuatan adalah system yang masih harus dikembangkan lagi, karena dalam review terebut terlihat jelas bahwa barang-barang yang digunakan mengurangi tingkat kesulitan hingga menjadi rendah. Musuh yang seharusnya sulit menjadi sangat mudah. Membuat suatu permainan menjadi lebih mudah bukanlah imbalan yang baik bagi pemain; lebih penting agar pemain memiliki cara untuk menyelesaikan tantangan yang lebih banyak sehingga sang pemain dapat merasakan bahwa dia dapat membuat keputusan yang berarti. Masalah ini dapat dibantu penyelesaiannya dengan pengurangan yang datang dengan penambahan bila menggunakan barang tersebut.

Juga, bila seluruh barang sudah didapat, uang menjadi tidak berarti. Sistem pembelian barang-barang penambah kekuatan tersebut patut dipertimbangkan ulang agar lebih mendukung tema dan pengalaman yang pembuat permainan ingin dirasakan pemain. Sistem seperti penggantian nama dari uang menjadi sesuatu seperti kekuatan roh atau reputasi karakter di dunia pembantaian tersebut dapat mendukung penemaan dengan leih baik. Sistem penggunaan senjata berdasarkan akumulasi skor tertinggi untuk reputasi yang lebih tinggi agar dapat menggunakan senjata atau benda pembantu tersebut dapat memotivasi pemain untuk mendapatkan skor tinggi tanpa sisa uang yang tidak berarti.

Kelemahan terbesar permainan ini adalah bahwa salah satu cara yang dipakai oleh permainan ini untuk meningkatkan tingkat kesulitan adalah dengan mempersulit kontrol. Kontrol adalah jematan antara pemain dengan permainan. Semakin sulit kontrol tersebut semakin jauh bagi sang pemain untuk dapat merasakan sebuah hubungan dengan karakter yang dimainkannya. Kecuali dapat dijelaskan kepada pemain dengan baik, sang pemain dapat terasa tertipu oleh permainan dan tidak adil.

Juga, sudut pandang yang tidak tepat dari atas menyebabkan sudut pandang pemain yang dapat terhalang oleh semak-semak pembatas pada sisi bawah permainan. Ini dapat dengan mudah dihilangkan dengan cara membuat karakter atau musuh terlihat sebagai silhouette, atau dengan membuat objek yang menghalangi pemain semi-transparan.

Binusian FEP Alexander Edwin

General Orientation

               Saya Alexander Edwin. Mahasiswa jurusan Game and Application Technology di Universitas Bina Nusantara. Saya masuk ke bangunan Binus untuk mengikuti bagian General Orientation dari Freshmen Enrichment Program pada tanggal 1 Agustus 2016. Saya bertemu dengan banyak mahasiswa dan mahasiswi lain. Pada saat itu, saya berkenalan dengan Kris, seorang mahasiswa jurusan Cyber Security, yang juga merupakan jurusan baru yang ada di Universitas Bina Nusantara. Kita duduk bersebelahan dan berbagi cerita masing-masing.

               Tidak lama kemudian, kelas dimulai dan kita diperkenalkan ke Buddy Coordinator kami, kakak Theo, kakak Sandy, kakak Dewi, kakak Andre, dan Buddy Coordinator lainnya. Buddy Coordinator bertugas untuk membimbing buddy, kita, melalui tahap General Orientation sehingga kita dapat mengerti peraturan-peraturan yang berlaku di Universitas Bina Nusantara. Mereka juga berbagi berbagai pengalamannya di jurusan masing-masing. Kita diberitahu seberapa pentingnya kartu flazz yang dibagikan ke kita.

               Kita juga sempat berkumpul di auditorium untuk menyaksikan demonstrasi-demonstrasi dari Unit Kegiatan Mahasiswa yang sangat beragam dan menarik. Unit Kegiatan Mahasiswa yang ada termasuk Unit Kegiatan Mahasiswa untuk berbagai olah raga, bahasa, pelajaran dan hobi. Unit Kegiata Mahasiswa yang ada termasuk untuk Badminton, Tennis, Futsal, Berenang, Karate, Jujitsu, Merpati Putih, Jepang, Mandarin, Korea, Radio, Drama, dan banyak lainnya. Kita dibagikan brosur yang berisi detil lebih lanjut mengenai Unit Kegiatan Mahasiswa tersebut secara lebih lanjut dan bagaimana cara mendaftarnya.

               Pada hari terakhir General Orientation untuk Freshmen Enrichment Program, kami diajak berkililing kampus Syahdan, terutama untuk memilih Unit Kegiatan Mahasiswa dalam kegiatan bunga rampai. Pertunjukkan yang diberikan oleh B-Voice dan ST MANIS sangat berkesan untuk saya, tetapi saya memutuskan untuk mengikuti UKM BNMC dan BSLC. Saya mengikuti BNMC yang merupakan UKM untuk bahasa Mandarin karena saya ingin dapat menjadi lebih mahir dalam menggunakan bahasa Mandarin. Saya mengikuti BSLC untuk dapat belajar bersama dan membantu saya memahami pelajaran di kelas saya.

Academic Orientation

               Minggu kedua FEP saya terdiri atas Academic Orientation yang mengajak saya dan teman-teman saya mempelajari situasi kelas, tujuan pembelajaran, kompetensi kelas, dan memperkenalkan dosen kepada kita. Pada hari pertama, kami mempelajari perkenalan pada mata pelajaran Game Application and Technology. Kami mempelajari adanya program 3 + 1, dan bagaimana kita harus membuat sebuah permainan untuk dijadikan gagasan tertulis, dan sebuah permainan kartu/papan untuk latihan dasar. Kita juga dierkenalkan rencana dari dosen kami agar kita dapat menyelesaikan permainan-permainan yang secara tuntas sehingga memiliki hasil lebih dari satu saja pada akhir dari perkuliahan kita.

               Kita mulai diberikan pelajaran mendasar untuk programming dasar dalam bahasa C++, serta diberikan latihan agar kita seakin mahir dalam bahasa tersebut. Selain itu, kami dibimbing untuk belajar sengan cara yang lebih efektif, seperti membaca materi sebelum pelajaran berlangsung, melakukan kilasan ulang setelah pelajaran agar tidak terlupakan, cara membaca agar cepat dan lengkap, dan sejenisnya. Kita diajarkan cara menggunakan mind-mapping untuk memetakan gagasan kita, serta menggunakan pseudo-code dan gunanya dalam mengkomunikasikan maksud kode kita ke programmer lain atau sebagai dokumentasi. Kita diajarkan dasar operasi yang dipakai oleh computer, serta istilah-istilah yang dipakai untuk masing-masing bagian. Saya juga diperkenalkan ke dosen pembimbing saya, pak Dodick.

               Saya menghadiri sebuah seminar yang diadakan oleh salah satu pendiri Touchten, developer Indonesia yang sukses di pasar lokal aplikasi mobile Indonesia, Rokimas Soeharyo. Dia memberikan kita pengalamannya ketika membangun sebuah perusahaan Video Game, serta memberkan kita ilmu untuk membangun sebuah perusahaan Video Game. Dia menceritakan kepada kita pentingnya marketing, manajemen, dan pre-production dalam sebuah perusahaan Video Game.

HTTP (Himti Togetherness and Top Performance)

               Sayangnya, saya tidak mengikuti HTTP, karena saya tidak tertarik, terutama setelah melihat video yang ditampilkan di dalam kelas. HTTP sebagai welcome party yang diadakan pihak Himpunan Mahasiswa Teknik Informatika tersebut berisi hasil-hasil karya mahasiswa, pembicara, dan seminari. Saya mendengar dari teman-teman saya yang mengikuti bahwa acara tersebut lebih banyak terdiri atas presentasi dan penjelasan organisasi HIMTI yang disajikan dengan sangat formal.

Organizational Skill

               Sebelum belajar di Universitas Bina Nusantara, saya sudah pernah beberapa kali mendapatkan pengalaman berorganisasi. Saya dahulu merupakan anggota dan ketua dari Organisasi Siswa Intra-sekolah, dan telah beberapa kali membuat acara, walaupun hasil yang didapat kurang memuaskan. Saya juga dahulu merupakan seorang moderator dari klub online menulis fiksi ingris, yang bertahan hanya selama 2 tahun. Kelompok-kelompok lain yang pernah saya ikuti hanya sekedar untuk tugas sekolah, atau pertemuan lingkungan.

               Di Universitas Bina Nusantara, saya mendapatkan kesempatan untuk bergabung dengan Unit Kegiatan Mahasiswa masing-masing yang memiliki organisasi pengurus masing-masing. Salah satu organisasi yang paling menonjol di jurusan saya adalah HIMTI, Himpunan Mahasiswa Teknik Informatika,  selaku organisasi gabungan mahasiswa teknik informatika. Seluruh mahasiswa yang merupakan anggota dari jurusan yang berhubungan dengan teknik informatika secara langsung telah bergabung dengan organisasi tersebut. HIMTI bertugas untuk menggalang acara yang berhubungan dengan acara dengan unsur penguasaan operasi computer, seminar industry informatika, aplikasi, bahkan permainan.

               Saya berharap bahwa dari organisasi yang menaungi saya ini, saya dapat belajar bagaimana cara mengatur waktu yang lebih baik, memprioritaskan tugas dengan efektif, dan bekerja sama dengan efisien. HIMTI adalah sebuah organisasi yang terdiri dari jurusan-jurusan informatika, bukan hanya jurusan Game and Application Technology yang merupakan jurusan saya. Maka dari itu, saya juga berharap dapat bertemu dengan talenta-talenta dari jurusan lain agar dapat bekerja sama dan belajar bersama. Dalam 4 tahun ke depan, saya harap HIMTI juga akan semakin berkembang sehingga dapat menjadi organisasi yang lebih besar dan aktif.